Langsung ke konten utama

Wisata Jogja - Taman Sari Yogyakarta (bagian 2)



Setelah tulisan ini beberapa minggu mangkrak karena saya sibuk dengan berbagai aktifitas, akhirnya saya ada waktu untuk lanjutkan tulisan reportasi saya tentang taman sari Yogyakarta.


Gapura Panggung
Saat kita masuk di kompleks ini, kita akan ketemu gapura yang namanya Gapura Panggung. Gapura ini terdapat ukiran dan terdapat tangga untuk naik ke atas. Dulunya dari tempat ketinggian ini sultan memantau masyarakat dalam keraton dan menyaksikan tarian selamat datang.

Dibawahnya ada empat bangunan yang berdiri berdampingan, nama empat bangunan ini adalah Gedong Sekawan yang artinya bangunan empat. Dulunya gedong sekawan ini dipakai oleh para pengawal sultan beristirahat, mereka duduk-duduk sambil tetap bersiaga menjaga keamanan sultan. Masing-masing bangunan berbentuk persegi panjang yang berukuran 5,5 x 6,5 meter dengan tinggi keseluruhan 5 meter.

Inilah view saat berada di atas Gapura Panggung, bangunan dibawahnya itu adalah Gedong Sekawan


Umbul Binangun Yang Eksotis

Nah saatnya kita masuk dalam bangunan utamanya yang bernama Umbul Binangun, kita masuk lewat pintu yang bernama Gerbang Kenari. Aslinya gerbang kenari ini dan Gapura Panggung adalah bagian belakang dari kompleks pemandian Umbul Binangun. Tetapi saat ini Gapura Panggung menjadi pintu masuk utama wisatawan.
 
Gerbang Kenari
Pintu Gerbang Kenari  yang rendah memiliki makna bahwa saat sultan memasuki kawasan ini harus senantiasa untuk rendah hati. Dari sini ada beberapa anak tangga menurun dan sudah tampak bagian keindahan tempat pemandian Taman Sari. Kebayang ya keindahan dan keasrian tempat ini diwaktu lampau.


Meskipun area kolam pemandian ini hanya untuk kalangan keluarga kerajaan saja, tetapi mereka tetap tidak di perkenankan mandi bersama antar pria dan wanita. Untuk itu kolam pemandian dalam bangunan ini ada tiga bagian. Bagian pertama untuk keluarga sultan yang pria. Sedangkan kolam yang tengah untuk pemandian keluarga yang wanita. Dan kolam yang ketiga terpisah dari kolam pertama dan kedua. Kolam ketiga ini dipisahkan oleh bangunan yang memiliki menara kecil yang tingginya mencapai tiga lantai. Di lantai kedua dan ketiga menara ini terdapat jendela disisi utara dan timur. Jendela timur untuk sultan melihat pemandangan kolam pertama dan kedua, dan sisi utara untuk sultan melihat pemandangan kolam ke tiga. Kalau kamu berkesempatan masuk ke sini hati-hati ya, tangga untuk naiknya curam.
Ini kolam 1 dan 2, bangunan tengah itu adalah ruang untuk berganti pakaian

Kolam ketiga yang terpisah ini begitu istimewa, karena yang mandi di kolam ini hanya khusus untuk Sultan dan para istri atau selirnya. Dalam bangunan ada menaranya ini juga ada ruangan khusus para istri atau selir untuk berdandan. Tersedia semacam wadah air yang disediakan disana, karena saat itu belum ada cermin, jadi para istri atau selir “bercermin” dengan pantulan air dalam bejana itu.

Dalam bangunan yang sama ada juga ruangan seperti bale berukuran cukup besar yang dibawahnya terdapat lubang untuk pembakaran, menurut bapak guiede yang menuntun kami, ruangan ini dahulu beraroma wangi-wangian dan bersuhu hangat yang panasnya berasal dari pembakaran di bawah bale, jadi sepertinya ruangan ini untuk sauna. Waw.. 
Ini bangunan yang ada menara itu, bangunan ini yang memisahkan kolam ke tiga
Ini kolam pemandian ke tiga, disini VVIP di jamannya.. :)

Perjalanan dilanjutkan ke Masjid Bawah tanah Sumur Gumuling, tetapi kita sempat melihat bangunan berukir yang cukup mencolok, bernama Gapura Umbulsari. Gapura ini dulunya adalah gerbang menuju Ledoksari, Gedong Blawong, Taman Umbulsari dan sekitarnya. Sayangnya lokasi yang tersebut itu sudah tidak dapat terlihat, beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Jadi kita hanya bisa melihat gapurannya saja,  dalam gapura ini hanya terdiri dari dua buah ruangan, yang dulunya ini merupakan tempat pengawal penjaga keraton menjaga kompleks keraton.


Gapura Umbulsari

Masjid Bawah Tanah Kerajaan Mataram
Kemudian perjalanan kami berlanjut ke masjid bawah tanah Sumur Gumuling dengan berjalan kaki beberapa puluh meter dari kompleks pemandian tadi. Kami melewati perumahan penduduk yang dinamakan ‘Kampung Cyber’ tadi. Terik matahari bulan April membuat Yogyakarta terasa “Puanase Pooll”.. Jadi jangan lupa untuk membawa payung untuk berlindung dari sinar matahari yang cukup menyengat.

Akhirnya kami sampai pada pintu masuk jalan menuju masjid bawah tanah Sumur Gumuling, pintu masuknya berupa anak tangga menurun menuju ke bawah tanah. Nah disini ada penjaga tiket lagi, mereka akan menanyakan tiket masuk Taman Sari yang sudah kami beli di depan tadi. Nah rupanya banyak pengunjung yang tidak menjaga dengan baik tiket masuk yang mereka beli di pintu masuk tadi. Mungkin karena Masjid Sumur Gumuling letaknya terpisah dan melewati perkampungan penduduk dianggap perjalanan wisata sudah selesai. Padahal sebenarnya Masjid Sumur Gumuling masih satu satu area wisata Taman Sari. Karena pengunjung yang tidak dapat menunjukkan tiket masuk, maka mereka tidak dapat masuk ke dalam masjid bawah tanah ini. Sayang sekali..
Terowongan menuju Masjid Sumur Gemuling, diatasnya masih terdapat ventilasi
Jalur yang konon menuju pantai selatan.

Belasan anak tangga sudah kami lewati, hawa dalam terowongan bawah tanah ini tetap segar dan lebih sejuk, sengatan matahari sejenak terlupakan. Langit-langit terowongan ini menyerupai kubah, jadi agak rendah pada sisi kiri-kanannya dan tinggi di sisi tengahnya. Dan terdapat parit kecil di samping kiri-kanan. Terowongan ini bercabang, satu kearah masjid dan satunya kearah yang konon diperuntukan sebagai jalur pelarian bila sewaktu-waktu kerajaan di serang musuh. Dan akhir jalur perlarian ini menuju pantai selatan, tetapi terowongan yang menuju pantai selatan ini sudah di tutup. Jadi kita hanya bisa kearah masjid saja.


Masjid Yang Unik
Masjid yang posisinya dibawah tanah ini berbentuk bulat seperti cincin dengan atap terbuka. Dengan dinding berwarna coklat muda dan terlihat sangat kokoh. Tebalnya saja hampir 1,25 meter karena masjid ini juga difungsikan sebagai perlindungan bawah tanah. Masjid ini terdiri dari dua lantai, lantai pertama di peruntukkan jamaah wanita dan lantai dua diperuntukkan jamaah pria. Masing-masing lantai juga memiliki mihrab. Lantai pertama dan kedua mengitari sebuah tempat yang cukup unik, yaitu sebuah panggung kecil yang berdiri di tengah-tengah masjid yang dapat di akses berupa tangga dari lantai satu dan lantai dua. Jumlah tangga menuju panggung kecil itu berjumlah lima yang melambangkan jumlah rukun Islam. Panggung ini difungsikan sebagai mimbar saat muadzin melantunkan Adzan ataupun saat ceramah. Dan dibawah panggung kecil ini terdapat kolam dari sumur gumuling yang airnya juga di pakai jamaah untuk mengambil wudlu.
Masjid ini dirancang dengan arsitektur sedemikian rupa, sehingga lantunan suara imam saat memimpin Shalat berjamaah ataupun penceramah tetap terdengar dengan jelas, karena suaranya terpantul melalui dinding-dindingnya hingga seluruh jamaah dilantai satu maupun lantai dua dapat mendengarnya. Nggak perlu speaker ya.. 

Masjid ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1765. Diwaktu yang hampir bersamaan Sri Sultan juga melakukan pembangunan Masjid Gede Kauman pada tahun 1773 yang berlokasi sebelah barat Alun-alun utara. Menurut guide yang mengantar kami, masjid Sumur Gemuling tetap berfungsi sampai era Sri Sultan HB II dan mulai tidak di fungsikan sebagai masjid sekitar tahun 1812 karena beberapa alasan, mungkin karena kondisi politik keraton Yogyakarta pada saat itu ataupun kondisi alam seperti terjadinya gempa besar yang pernah menimpa Yogyakarta. Tetapi Masjid Gede Kauman masih terus difungsikan dan bisa kita pakai sampai dengan hari ini.
Masjid bawah tanah Sumur Gumuling ini mengakhiri perjalanan kami ke kompleks wisata Taman Sari Yogyakarta kali ini. Kompleks pemandian Taman Sari dan masjid bawah tanah Sumur Gumuling ini tempat ini selalu penuh dengan pengunjung untuk berfoto selfie ataupun sebagai tempat pre wedding. Karena memang arsitekturnya eksotis banget. 

Ada beberapa kisah dari guide di kompleks pemandian yang saya tidak saya tulis disini, karena untuk konsumsi dewasa J. Tetapi secara keseluruhan, mengunjungi langsung dua lokasi dalam satu kompleks ini seperti melihat secara langsung tentang gambaran tiga naluri (gharizah) manusia, yaitu naluri mempertahankan diri (gharizatul baqo’), naluri berketurunan (gharizatul  na’u) dan naluri berketuhanan (gharizatul tadayun). 

Gimana, jangan lewatkan tempat satu ini kalau berkunjung ke Yogya ya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wisata Jogja - Taman Sari Yogyakarta (bagian 1)

Kalau kamu lagi liburan ke Yogyakarta, saya reverensikan tempat wisata yang satu ini. Dulu jaman saya kuliah di yogya sekitar taun ‘96 saya sendiri gak minat main ke sini. Selain karena kiriman bulanan ortu yang mepet, persepsi saya tentang tempat ini gak bikin saya tertarik. Persepsi saya waktu itu Taman Sari hanya bangunan kuno dan reruntuhan bangunan jadul . Tapi walau kondisi waktu itu belum dipugar, saya akui tempatnya lumayan eksotik untuk jadi lokasi pemotretan atau shooting . Akhirnya saya pun berkesempatan ke sana juga, itu pun karena ada tugas fotografi dari kampus.. :p Nah sekarang tempat ini sudah di pugar , kita bukan cuma disuguhi kompleks bangunan kuno dengan beragam kisah-kisah dibaliknya, tetapi kita jadi punya gambaran jelas bagaimana kondisi Taman Sari Yogyakarta saat masih di pakai oleh Sri Sultan dan keluarga keraton dimasa lampau. Asik kan?..  Kampung Cyber Waktu saya berkunjung beberapa waktu lalu, saya melihat perbedaan yang sangat mencolok

6 Dukungan Bagi Pebisnis Start Up

pixabay.com / RyanMcGuire Kemarin beres-beres meja kerja, gak sengaja menemukan catetan saat pertama kalinya saya mengikuti seminar bisnis. Waktu itu kalo nggak salah taun 2007, saat itu saya jenuh dengan pekerjaan rutin, butuh tantangan baru dan butuh pemasukan sampingan. Maka saat ada kawan menginformasikan tentang seminar “Pejuang Wira Usaha” yang menjadi trainer pada acara itu mas Rosyid Aziz . Saat ini beliau fokus di developer properti syariah, saya ikutan daftar deh.